MENGURAI
KONTROVERSI TEOLOGI MINYAK URAPAN
PENDETA
Drs. YESAYA PARIADJI
Oleh: Ps Joshua Mangiring Sinaga, S.Th., M.Th
Pengantar dan Latar Belakang
Siapa
yang tidak pernah dengar nama Pendeta DR (?) Drs. Yesaya Pariadji, S.Th?
Mungkin bagi kalangan kristiani di wilayah Jabodetabek nama pendeta ini sangat
familiar. Pendeta Pariadji, demikian biasa ia di sebut, sangat mengerti apa
artinya promosi. Dia memakai Majalah, Bulletin, Website, Radio, Televisi untuk
memperkenalkan diri dan pelayanannya. Memang ada satu hal yang unik, pendeta
ini sering dan bahkan hampir selalu menyebut namanya saat dia berbicara di
mimbar-mimbar. Wajarlah memang beliau begitu sangat familiar karena sangat
mahpun dampak dari propaganda atau reklame.
Terlepas
dari propaganda yang sudah lajim di atas, sesunguhnya yang membuat Pendeta
Pariadji dikenal adalah kontroversi kesembuhan ilahi yang diklaim olehnya
terjadi melalui perjamuan kudus dan minyak urapan. Hampir semua yang
dibicarakan dalam kebaktian-kebaktian dimana pendeta ini melayani adalah
kesembuhan. Dan hampir pasti, kesembuhan itu selalu terhubung dengan perjamuan
kudus dan minyak urapan.
Siapa
sebenarnya Pendeta Yesaya Pariadji. Informasi yang dapat kita akses mengenai
latar belakang pendeta ini sangat sedikit. Disamping belum ada buku yang secara
khusus membahas tentang beliau (outobiograpi), informasi yang ada dilapangan
pun terbatas dari mulut ke mulut. Kalau pun ada yang dapat kita peroleh,
bentuknya hanya seperti penggalan-penggalan puzzle yang tidak utuh.
Berikut
adalah kutipan dari www.tiberias.or.id yang sangat sedikit tentang Pendeta Pariadji:
“Berasal dari
latar belakang bukan orang percaya (Red; Non Kristen), yang dalam pendidikan
pernah menerima beasiswa di dalam dan luar negeri; dalam karier pernah bekerja
di Istana, menjadi chairman bank dan beberapa perusahaan internasional; Pdt.
Pariadji telah mengalami kasih karunia Tuhan secara pribadi. Pada tahun 1985,
ia mengalami perjumpaan pribadi dengan Tuhan Yesus. Ia diperintahkan Tuhan
untuk membaca Alkitab, namun ia menolak. Lalu ia mulai membaca Alkitab sewaktu
sakit dan lumpuh, kemudian menerima kesembuhan. Ia digandeng malaikat ke Sorga
dan menerima perintah dari Tuhan Yesus untuk mendirikan Tiberias, Gereja yang
besar, penuh kuasa dan mujizat seperti pada zaman Kisah Para Rasul. Ia juga
menerima perintah untuk mengembalikan Kuasa Perjamuan Kudus dan Minyak Urapan.
Dalam pelayanannya, banyak jiwa telah mengalami mujizat yaitu kesembuhan dari
berbagai penyakit dan kelemahan tubuh, pemulihan dari resesi ekonomi, keluarga
dan perkawinan yang dipulihkan serta hidup yang diubahkan. Termasuk kesaksian dari
banyak jiwa yang telah menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat.”
Panggilan
pelayanan pendeta Pariadji sepintas lalu kalau diamati memang sangat
spektakuler. Mari sejenak membaca artikel ini:
“Tuhan Yesus
memberi penglihatan kepada saya tentang adanya pesta disorga, yaitu Di Ruangan
Maha Suci, untuk disaksikan dan disampaikan, gambaran jemaat Tiberias yang
pesta di Sorga. Pada saat saya berlutut berdoa, mohon untuk tidak dipilih
menjadi pendeta. Mohon orang lain saja yang dipilih, bahkan doa dengan tetesan
air mata. Menjelang subuh pagi-pagi tiba-tiba Tuhan Yesus dating dengan penuh
kemuliaanNya dan berkata : “Pariadji, mari ke Sorga melihat tingkat-tingkat
Kerajaan Sorga. Tugasmu adalah untuk menyampaikan tingkat-tingkat Kerajaan
Sorga.”
Tuhan Yesus
menggandeng saya ke Ruangan Maha Suci di depan tahta Allah. Bila saya belum
pernah digandeng Tuhan ke bait Allah, setan-setan punya hak memotong tangan
saya. Bila kaki saya belum pernah menginjak di depan tahta Allah, setan-setan
berhak memotong kaki saya. Firman Allah berkata di dalam Wahyu 3:4 ‘Tetapi di
Sardis ada beberapa orang yang tidak mencemarkan pakaiannya; mereka akan
berjalan dengan Aku dalam pakaian putih, karena mereka adalah layak untuk itu.’
Tuhan Yesus memperlihatkan orang-orang kudusNya. Tuhan Yesus memperlihatkan
jemaat yang begitu besar dan banyak, yang berjubah kekudusan dan berkata :
“lihat, bila kamu menjadi pendeta, akan menghantar ratusan ribu orang ke sorga.
Lihat jemaat Tiberias sangat besar di Sorga. Mereka diundang pesta di Sorga.
Kamu dengan team dan rekan-rekanmu yang hidup kudus (Mazmur 24:3-4) akan
melayani mereka disini.” Disini saya juga pernah berlutut mencium kaki Tuhan.
Bila mulut saya belum pernah mencium kaki Tuhan Yesus, setan-setan punya hak
untuk merobek mulut saya. Saya Dipilih Tuhan Yesus untuk mempersiapkan Jemaat
yang akan diundang Pesta di Ruangan Maha Kudus, yang pesta di depan Tahta
Allah.”[1]
Tak
pelak lagi, kesaksian yang dipublikasikan ini menjadi pergunjingan yang seru
dikalangan kristiani khususnya dikalangan para teolog. Beberapa di antara
teolog bahkan ada yang berani menyebut Pendeta Yesaya Pariadji sebagai Nabi
Palsu[2].
Beberapa di antara praktisi akademis mempertanyakan gelar-gelar akademisnya,
khususnya gelar Sarjana Theologi dan Doktoralnya. Hal yang lebih terkini lagi
adalah mengenai management dan kepemimpinan mirip episkopal yang diterapkan
pendeta ini menyebabkan banyak orang-orang yang bergabung dalam pelayanannya
harus angkata kaki karena hal-hal yang tidak jelas penyebabnya.
Kalau
mau kita ringkas, maka Pendeta Yesaya Pariadji dengan Gereja Tiberias memang
sangat fenomenal, karena menurut sumber-sumber Tiberias seperti bulletin dan
majalah, telah dihadiri oleh ratusan ribu jemaat. Selain fenomenal, pendeta dan
gereja ini juga sangat kontroversial karena mengusung ajaran-ajaran yang sepertinya
telah m enyimpang dari dokma orthodoks yang selama ini di pegang teguh oleh
gereja Tuhan.
Melihat
karena betapa besarnya peristiwa fenomenal dan kontroversi seputar Pendeta
Yesaya Pariadji dan Gereja Tiberias, penulis mencoba mengerucutkan pembahasan
dalam materi makalah singkat ini. Jadi penulis hanya akan mengungkap Teologi
Minyak Urapan yang merupakan salah satu sentral propaganda teologis gereja
Tiberias dan pendirinya. Tentu pembahasan akan berupaya berimbang dengan
melihat fakta dan data yang ada di lapangan. Memang sangat sedikit, karena
penelitian hanya terbatas dari informasi publikasi melalui bulletin dan
majalah. Uraian teologia minyak urapan, mungkin saja bukan sesuatu yang baru
karena menadaptasi dari ajaran-ajaran gereja lama. Tetapi yang menarik adalah,
teologi minyak urapan yang diajarkan oleh Pendeta Pariadji sepertinya adalah
sesuatu yang “baru”.
Hal-hal
yang membuatnya seperti ajaran baru inilah yang membuat penulis merasa bahwa
ini adalah suatu teologi kontemporer. Suatu pemahaman dan pengajaran yang baru
walau memang mempunyai banyak persamaan dengan ajaran gereja lama. Nah, uraian
ini akan mencoba menyibak apa saja yang ada dalam pengajaran pendiri gereja
Tiberias ini sehingga diharapakan kita dapat mencernanya dengan baik. Bukankah
Alkitab mengatakan bahwa kita harus menguji segala sesuatu? (I Tesalonika 5:21,
bandingkan Efesus 5:10)
Tulisan
ini tentu tidak memiliki muatan apapun selain akademis semata. Memang akan
terasa menusuk hati jika kita berperilaku teologi yang kurang santun seperti
Pdt. Budi Asali, M.Div, seorang pendeta Reformed/Calvinis pendiri dan gembala
Golgotha ministry yang beralamat di:
Jl. Kali Rungkut - Ruko Rungkut Megah Raya BLOK D - 16, SURABAYA. Pendeta yang mengaku reformed ini nyata-nyata mencela ajaran ajaran Pendeta Pariadji sesat dan Pendeta Pariadji sendiri sebagai nabi palsu dalam websitenya www.golgothaministry.org
Jl. Kali Rungkut - Ruko Rungkut Megah Raya BLOK D - 16, SURABAYA. Pendeta yang mengaku reformed ini nyata-nyata mencela ajaran ajaran Pendeta Pariadji sesat dan Pendeta Pariadji sendiri sebagai nabi palsu dalam websitenya www.golgothaministry.org
Penulis
beberapa kali mengikuti khotbah-khotbah Pendeta Pariadji melalui televisi dan
radio. Walau hanya dua kali (sekali kebaktian umum dan yang terakhir kebaktian
malam khusus pemuda), menghadiri kebaktian Gereja Tiberias, namun berita-berita
membludaknya jemaat yang mengikuti kebaktian Tiberias memang bukan isapan
jempol. Sungguh jauh berbeda dengan
Pendeta Budi Asali yang hanya berdiam dan mengendalikan pelayanan kecilnya dari
sebuah ruko. Sungguh dua pendeta yagn tidak dapat disandingkan kapasitasnya.
Mereka berdua bak bumi dan langit.
Oleh
karena betapa harus tetap suntun dan mengindahkan etika pelayanan, maka penulis
mencoba meretas benang kusut “permusuhan” antara beberapa orang teolog yang
merasa terganggu dengan ajaran gereja Tiberias dan pendeta pendirinya. Uraian
ini tentulah harus berimbang sehingga layak menjadi sebuah acuan yang bersifat
akademis. Tidak memiliki tendensi pribadi apalagi muatan persaingan karena iri
hati. Semoga apa yang penulis sampaikan dalam makalah ini dapat menjadi pedang
bermata dua. Mengoreksi Pendeta Pariadji dan juga jemaat Tuhan seluruhnya,
termasuk para teolognya yang mungkin meras terganggu dengan kehadiran Gereja
Tiberias Indonesai.
Sejarah Gereja Tiberias Indonesia
Bermula
dari Gereja Bethel Indonesia Jemaat Tiberias, Pdt. Drs. Yesaya Pariadji menggembalakan
Tiberias Ministry, di bawah naungan Sinode Gereja GBI. GBI Tiberias berdiri tanggal
17 AGUSTUS 1990 dan dalam kurun waktu tujuh tahun sejak didirikan, Tiberias
Ministry bertumbuh dengan sangat cepat. Pertubuhannya merupakan satu
pertumbuhan yang sangat fenomenal karena jauh melampaui pertumbuhan
gereja-gereja lain di Indonesia, khususnya Jakarta. Pertumbuhan ini pun menjadi
kontoversial karena fakta sebenarnya adalah perpindahan dari denominasi berbeda
atau bahakan perpindahan dari denominasi yang sama (sesama Gereja GBI).
Tahun
1997, Mejelis Sinode GBI mengeluarkan sebuah keputusan yang mewajibkan seluruh
jemaat GBI untuk menurunkan nama-nama jemaat lokal. Oleh karena keputusan ini,
GBI Tiberias wajib menurunkan nama Tiberias dan hanya menggunakan GBI yang
selanjutnya disambung dengan alamat domisili jemaat tersebut. Keputusan ini memang
sungguh berdampak luar biasa. Sedikitnya ada dua jemaat raksasa GBI, Tiberias
dan Bethany, memutuskan keluar dari sinode GBI. Pendeta Pariadji kemudian
mendirikan Gereja Tiberias Indonesia. Sebuah gereja sinodal yang beraliran
pentakostal dan berdiri sendiri terpisah dari Sinode Gereja GBI. Yang terakhir,
Pdt. DR. Abraham Alex Tanusaputra, Gembala dan pendiri GBI Bethany, juga
memilih berpisah dengan Sinode GBI dan mendirikan sinode sendiri.
Berikut
ini adalah sebuah informasi dari sebuah sumber online:
“Gereja Tiberias
Indonesia (GTI), atau Tiberias Ministry adalah salah satu sinode gereja di
Indonesia. Salah satu ciri khas dari GTI adalah pelayanan Kesembuhan Ilahi
melalui perjamuan kudus dan minyak urapan. Pengkhotbah-pengkhotbah yang pernah
berkhotbah di gereja ini pada awal perjalannya sangat banyak. Mulai dari
Erastus Sabdono, John Hartmann, Franky Pantouw, Ara Siahaan, Gilbert
Lumoindong, Yuda Mailo’ol. Bahkan sampai saat ini beberapa nama seperti Petrus
Octavianus, Sudarmadji Said, Josua tumakaka, Dolf Mailangkay, Joseph Prince,
Agus Setiono, John Adhiguna masih tercatat sebagai pembicara tetap di Tiberias.
Tiberias adalah gereja yang memiliki pertumbuhan jemaat tercepat dalam sejarah
gereja Indonesia. Gereja Tiberias ada di beberapa kota, antara lain Jakarta ,
Bandung, Surabaya, Batam, Makassar, Semarang. Gereja Tiberias Indonesia
mempunyai wadah pelayanan untuk kaum muda dengan nama Boanerges Youth Ministry,
berpusat di Balai Sarbini, Jakarta. Pelayanan ibadah meliput: Boanerges Kids
(sekolah minggu), Boanerges Youth ministry (kaum muda), KKR kesembuhan Ilahi
& perjamuan kudus, KKR pelepasan, Pendalaman Alkitab Pria, Pendalaman
Alkitab Wanita, Pelepasan Resesi Ekonomi Gereja ini mengakui lima sakramen,
yaitu baptisan selam, perjamuan kudus, minyak urapan, penyerahan anak, dan
pernikahan.” [3]
Gereja
Tiberias mengalami perkembangan pesat setelah keluar dari Sinode GBI, terbukti
dengan pertambahan jemaat baru dan wilayah pelayanan yang baru. Gereja ini sekarang memiliki kantor
sinode di Jalan Boulevard Raya Bl PD-1/22 Kelapa Gading JAKARTA UTARA Telp.
(021) 7941177. Jemaat kini telah berdiri
di kota Jakarta, Bandung, Surabaya, Batam, Makassar, Semarang, Manado, Medan.
Masih ada jemaat baru di wilayah Indonesia dan luar negeri.
Tiberias
mengadakan lebih dari 68 acara tengah minggu dan 178 acara minggu di lebih dari
48 lokasi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Pelayanan
Tiberias juga berkembang di daerah-daerah lain di Indonesia, termasuk Surabaya,
Manado, Bandung, Batam, Semarang dan Makassar. Kini jumlah jemaat Tiberias
telah mencapai ratusan ribu jiwa.[4]
Tahun
2006, Pdt.
Gilbert Lumoindong, S.Th mengundurkan diri dari Tiberias karena dia menjadi
gembala jemaat di GBI glow fellowship centre. Informasi yang kita dapatkan dari
mulut kemulut adalah permasalahan seputar konflik teologis atau ajaran yang
semakin tak dapat dikompromikan. Walau memang keduanya (Pdt. Gilber dan Pdt.
Pariadji) seolah sepakat mengunci rapat-rapat akibat perpisahan mereka, namun
perpisahan kedua hamba Tuhan yang cukup dikenal ini sempat menghebohkan.
Pada tahun 2007, Ulang tahun ke
17 Gereja Tiberias yang diadakan di Balai Sarbini. Pastor Joseph Prince juga khotbah
pertama kalinya di Istora Senayan dalam acara Gospel Revolution. Boanerges Kids
juga mengadakan ibadah paskah yang bertema Kasihnya tiada duanya firmannya
dibawakan oleh Elsa Tanjung & perjamuan kudus hambanya Pdt. James Baware
M,Div.
Tanggal
9 Agustus 2008, Pdt Drs. Yesaya Pariadji, S.Th, mendapatkan
gelar doctor of ministry in leadership and transformation, dari Harvest
Internationat Theologial Seminarty (HITS) bertempat di Dome World Harvest
Center, Lippo Karawaci Tangerang. Gelar ini memang sedikit kontoversi mengingat
gelar doktoral semestinya melalui tahapan promosi kepada masyarakat dan pencapaian
akademis yang jelas. Namun entahlah, mungkin saja tahapan itu sudah dilewati
oleh beliau di STT HITS? Who Knows!
Gereja GTI kini telah memiliki sebuah
Sekolah Tinggi Teologia yang beralamat di Komplek Pertokoan Roxy Jakarta Barat.
Sekolah ini telah mendapatkan ijin operasional dari Ditjen Bimas Kristen dan
dalam operasionalnya, merekrut banyak teolog lulusan I3 Malang.
KONTRAVERSI
TEOLOGI MINYAK URAPAN TEOLOGI MINYAK
URAPAN DARI SUDUT PANDANG YESAYA PARIADJI
Kita
memang tidak mendapatkan uraian sistematis teologi minyak urapan dari Pendeta
Pariadji. Namun paling tidak kita dapat mengikuti alur pandangan teologi beliau
dari beberapa sumber antara lain bulletin gereja dan Majalah Tiberias yang
secara kontinue memang memuat pengajaran-pengaran beliau. Berikut adalah
ringkasan dari pandangan teologis Pendeta Pariadji menyangkut Minyak Urapan.
1.
“Saya banyak membaca buku tentang orang Yahudi
seperti kitab Talmut. Disitu banyak kisah-kisah tak ditulis dalam Alkitab yang
di dalamnya ditulis pengalaman Yesaya waktu diangkat ke sorga. Saya percaya
bahwa Yesaya waktu diangkat ke Sorga pasti mempunyai banyak pengalaman karena
waktu saya dulu diangkat ke Sorga, saya juga mempunyai banyak pengalaman. Saya
dikhotbahi oleh Tuhan Yesus, saya diajari Perjamuan Kudus, saya diajari cara
membaptis yang benar dan banyak lagi hal yang diajarkan Tuhan Yesus kepada
saya. Maka diwaktu saya membaca kitab Talmut, Yesaya itu menulis lebih dari 90
pasal. Misalnya, di waktu Yesaya ketemu Henokh di Sorga kemudian bagaimana
Henokh bercerita pada Yesaya bahwa dia waktu masuk pintu Sorga maka Allah yang
Mahakuasa memanggil Michael kataNya: ‘Michael, Michael, urapi hambaKu Henokh
baru boleh dia menghadap kepadaKu’. Jadi urapi dengan apa? Dengan minyak
urapan. Jadi orang-orang Yahudi pada waktu itu percaya pada minyak urapan. ...
Jadi bila dulu Henokh diurapi maka saya percaya kalau minyak urapan itu penuh
kuasa. ... Maka saya mengutip dari kitab bangsa Yahudi yaitu Henokh diurapi
Tuhan dengan minyak urapan itu baru dia bisa menghadap ke tahta Allah”.[5]
2.
“Di
dalam Alkitab yaitu dalam Wahyu 3:18 yang berkata: ‘Aku menasihatkan engkau,
supaya engkau membeli dari pada-Ku emas yang telah dimurnikan dalam api, agar
engkau menjadi kaya, dan juga pakaian putih, supaya engkau memakainya, agar
jangan kelihatan ketelanjanganmu yang memalukan; dan lagi minyak untuk melumas
matamu, supaya engkau dapat melihat’. Kata-kata ini diberikan kepada
orang-orang yang diprogramkan masuk keruang Maha Suci. Dan ternyata Gereja yang
membawa orang ke ruang Maha Suci diberikan ciri yaitu ada kuasa minyak urapan,
ada kuasa baptisan dan perjamuan kudus”.[6]
1.
Beliau
percaya akan kebenaran Kitab Talmud sebagai pendamping untuk melengkapi Alkitab.
Jadi kalau dicermati, sepertinya Pdt. Pariadji mensikritiskan Alkitab dengan
Talmud. Talmud bagi kita yang percaya pada Kanonisasi Gereja Orthodok adalah
catatan yang tidak setara dengan Firman Allah. Oleh karena itu, Kitab Talmud
tidak dapat dijadikan acuan dalam membangun sebuah Teologi Kristen. Ini adalah
koreksi pertama, sehingga kita dapat mulai mengerti alur pemikiran Pdt.
Pariadji.
2.
Beliau
percaya Minyak Urapan penuh kuasa. Disini penekanan adalah pada Minyak Urapan
yang memiliki kuasa yang penuh. Ini adalah koreksi yang kedua. Minyak Urapan
tidak memiliki kuasa, yang memiliki kuasa adalah Darah Yesus Kristus.
3.
Orang
yang masuk Ruang Maha Suci dicirikan dengan adanya kuasa Minyak Urapan. Dalam
dogma soteriologi, kita tidak mengakui keselamatan akibat perbuatan.
Keselamatan hanya terjadi oleh karena Iman kepada Yesus Kristus. Perbuatan baik
tidak dapat membawa orang ke Sorga. Don kontek Wahyu 3:18 tidak terkait dengan
kesembuhan karena minyak urapan. baik
‘emas’, ‘pakaian putih’ maupun ‘minyak’ jelas bukan sesuatu yang bersifat
hurufiah / jasmani! Pada waktu seseorang datang kepada Kristus, ia pasti
menerima hal-hal itu, sehingga ia menjadi kaya (secara rohani), tidak telanjang
(secara rohani), dan bisa melihat (secara rohani). Kalau minyak pelumas mata
itu mau dihurufiahkan atau diartikan secara jasmani, dan diartikan sebagai
minyak urapan, maka emas dan pakaian putih juga harus dihurufiahkan! Itu
konsekwensi logis bila minyak urapan juga dihurufiahkan.
Berikut
ini adalah pernyataan-pernyataan aplikatif dari pengajaran Pdt. Yesaya Pariadji
tentang kesembuhan sebagai dampak dari pelaksanaan pengurapan dengan minyak:
1.
“Jadi
kalau orang ingin dibebaskan dari bisu, alergi, karena alergi juga tidak bisa
disembuhkan oleh manusia maka diolesi dengan minyak urapan setiap hari”. [7]
2.
“Theresia,
ia menderita alergi terhadap gigitan nyamuk. Hal ini sangat menganggunya karena
bekas-bekas gigitan itu menimbulkan luka dan meninggalkan bekas pada kulitnya
yang sulit hilang. Dengan kuasa Yesus melalui Minyak Urapan yang selalu
dioleskannya, ia sembuh dan tidak alergi lagi terhadap nyamuk”.[8]
3.
Ada
beberapa orang bersaksi anaknya ditabrak mobil truk tidak mati, ada yang
diseret mobil tidak mati karena telah diurapi dengan minyak urapan”.[9]
4.
Bapak
Yohanes dan Ibu Yuli bersaksi bahwa pada bulan April 2000 ibu tersebut
menderita penyakit kista sewaktu hamil 5 bulan. Dokter mengatakan bahwa ibu ini
harus membuang janin yang dikandungnya. Ibu Yuli percaya bahwa Yesus bisa
menyembuhkannya dan ia pergi ke Tiberias. Masih di bulan April 200 ibu ini
didoakan oleh Pdt. Drs. Y. Periadji dan beliau bernubuat bahwa ibu Yuli pasti
sembuh dan anaknya akan lahir dengan selamat. Kemudian Bapak Pariadji
memberikan Perjamuan Kudus dan Minyak Urapan. Pada bulan Desember 2000 di Dome
of Tiberias ibu ini bersaksi bahwa ia sembuh dan dikaruniai seorang putra yang
diberi nama Daniel yang sekarang berumur 4 bulan”.[10]
5.
Bapak
Titus Sugandi yang tidak dapat berjalan mengikuti acara Natal GBI Tiberias di
Hotel Grand Aquila Bandung pada tanggal 14 Desember 2000. Dengan mengikuti satu
kali Perjamuan Kudus dan diolesi Minyak Urapan pada kakinya bapak tersebut
dapat berjalan”.[11]
6.
Bapak
Jimmy yang tidak dapat melihat mengikuti acara Natal GBI Tiberias di Hotel
Grand Aquila Bandung pada tanggal 14 Desember 2000. Dengan mengikuti satu kali
Perjamuan Kudus dan diolesi Minyak Urapan pada matanya yang tidak dapat melihat
(buta) bapak tersebut langsung dapat melihat”[12]
7.
Lisa,
menderita tumor di bagian lehernya sewaktu ia masih berumur 16 hari. Karena
iman dari ibunya yang begitu kuat dimana ibu ini mengikuti Perjamuan Kudus dan
Minyak Urapan beberapa kali di GBI Tiberias maka sekarang pada usianya yang ke
6 bulan Lisa sembuh dari penyakitnya”.[13]
8.
Carend
Roan Delano (19 th), bersaksi di GBI Tiberias Jakarta Theater bahwa ia menderita
Hepatitis C selama beberapa tahun. Dengan mengikuti Perjamuan Kudus dan Minyak
Urapan serta didoakan langsung oleh Pdt. Drs. Y. Periadji, ia sembuh total.
Carend mengecek langsung ke dokter dan dinyatakan sembuh”.[14]
Masih
ada banyak daftar kesaksian kesembuhan yang selalu dipropaganda dengan sangat
baik oleh Gereja Tiberias. Namun ke-8 kasus di atas kiranya dapat mewakili.
Pertanyaan sekarang adalah, apakah jawaban terhadap hal di atas. Apakah memang
minyak urapan yang diclaim oleh Pendeta Pariadji itu penuh kuasa adalah suatu
fakta yang benar-benar harus kita percayai? Sebelum menyelesaikan pertanyaan
tadi dengan jawaban-jawaban teologis, ada baiknya kita membahas terlebih dahulu
uraian Alkitab tentang Minyak Urapan.
AJARAN ALKITAB
TENTANG MINYAK URAPAN
Untuk
memulai uraian konsep teologis Minyak Urapan, Kitab Keluaran 30:22-33 adalah
salah satu acuan yang sangat penting:
“(22) Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: (23)
‘Ambillah rempah-rempah pilihan, mur tetesan lima ratus syikal, dan kayu manis
yang harum setengah dari itu, yakni dua ratus lima puluh syikal, dan tebu yang
baik dua ratus lima puluh syikal, (24) dan kayu teja lima ratus syikal,
ditimbang menurut syikal kudus, dan minyak zaitun satu hin. (25) Haruslah
kaubuat semuanya itu menjadi minyak urapan yang kudus, suatu campuran
rempah-rempah yang dicampur dengan cermat seperti buatan seorang tukang campur
rempah-rempah; itulah yang harus menjadi minyak urapan yang kudus. (26)
Haruslah engkau mengurapi dengan itu Kemah Pertemuan dan tabut hukum, (27) meja
dengan segala perkakasnya, kandil dengan perkakasnya, dan mezbah pembakaran
ukupan; (28) mezbah korban bakaran dengan segala perkakasnya, bejana pembasuhan
dengan alasnya. (29) Haruslah kaukuduskan semuanya, sehingga menjadi maha
kudus; setiap orang yang kena kepadanya akan menjadi kudus. (30) Engkau harus
juga mengurapi dan menguduskan Harun dan anak-anaknya supaya mereka memegang
jabatan imam bagiKu. (31) Dan kepada orang Israel haruslah kaukatakan demikian:
Inilah yang harus menjadi minyak urapan yang kudus bagiKu di antara kamu
turun-temurun. (32) Kepada badan orang biasa janganlah minyak itu dicurahkan,
dan janganlah kaubuat minyak yang semacam itu dengan memakai campuran itu juga:
itulah minyak yang kudus, dan haruslah itu kudus bagimu. (33) Orang yang
mencampur rempah-rempah menjadi minyak yang semacam itu atau yang membubuhnya
pada badan orang awam, haruslah dilenyapkan dari antara bangsanya.”
Poin-poin
yang dapat diuraikan adalah sebagai berikut:
1.
Membuat
Minyak Urapan adalah merupakan perintah Tuhan dan bahan-bahannya ditentukan
serta ukurannya juga di atur olehNya (ayat 22, 23, 24, 25). Racikan Minyak
Urapan terdiri dari:
- rempah-rempah pilihan
- mur tetesan lima ratus syikal
- kayu manis yang harum setengah dari ituyakni
dua ratus lima puluh syikal,
- tebu yang baik dua ratus lima puluh syikal,
- kayu teja lima ratus syikal, ditimbang
menurut syikal kudus,
- minyak zaitun satu hin.
2.
Minyak
Urapan itu kudus (terpisah) dan digunakan untuk kalangan atau benda-benda yang
terbatas. Kemah Pertemuan dan perkakas-perkakasnya dan Imam Harus serta
anak-anaknya (ayat 26, 27, 28, 29, 30)
3.
Minyak
Urapan tidak dapat digunakan secara sembarangan ( ayat 33) termasuk orang awam
(jemaat umum)
4.
Tujuan
Minyak Urapan adalah untuk menguduskan Barang atau Orang. Karena setiap barang
dan atau orang yang diurapi menjadi kudus ( 29). Dalam perikop ini tidak
dikatakan tujuan minyak urapan untuk menyembuhkan orang sakit. Konteks perikop
ini tidak ada kaitannya sama sekali dengan kesembuhan atau mengurapai orang
sakit.
Dalam
banyak kesempatan Pendeta Pariadji mengatakan: “Jadi mengapa saya sering
membagikan minyak urapan karena demikianlah perintah Tuhan”[15]
Ini satu kekeliruan yang serius, karena minyak urapan tidak dipergunakan untuk
sembarangan orang tetapi orang-orang tertentu saja. Bagaimana mungkin Tuhan
mengajar dia sesuatu yang bertentangan dengan ajaran Tuhan sendiri dalam Kitab
Suci? Bukankah itu bentuk inkonsistensi dari Allah jika ia mengajarkan sesuatu kepada seseorang yang bertentangan
dengan Alkitab?
Pertanyaan
sekarang adalah “tuhan” yang mana yang menyuruh Pendeta Pariadji membagikan
minyak urapan secara bebas? Pertanyaan selanjutnya adalah apakah benar minyak
urapan yang dibagikan oleh pendeta ini sesuai resepnya seperti yang telah
ditentukan Tuhan? Karena kabarnya minyak urapan yang dipergunakan Pendeta
Pariadji adalah Minyak Kelapa (minyak goreng) semata-mata tanpa campuran atau
racikan seperti yang dimaksudkan di atas.
1.
Penggunaan
Minyak Urapan dalam Perjanjian Lama (PL):
Minyak
Urapan digunakan untuk mentahbiskan dan pengangkatan imam-imam yang akan
melayani di bait suci Allah (Bdk. Kel 29:2). Dalam hal ini minyak urapan adalah
“lambang Roh Kudus” yang memiliki peranan menyucikan dan menguduskan. Karena
Allah mengurapi hamba-hamba-Nya dengan Roh Kudus untuk tugas pelayanan. Pengurapan
atas orang, berlaku bagi pengurapan raja (1 Sam 16:12-13, 2 Sam 2:4), kemudian
pengurapan atas imam besar (Kel 28:41), dan juga pengurapan atas nabi (1 Raja
19:16). Pengurapan baik kepada benda maupun kepada orang adalah mutlak atas
perintah Tuhan. Pengurapan disebut sebagai tindakan ilahi, bukan inisiatif
manusia. Dan pengurapan dilakukan oleh orang yang ditunjuk Tuhan, bukan kemauan
pribadi. Jika benda yang diurapi, benda tersebut menjadi kudus. Jika orang yang
diurapi, dia menjadi penerima kuasa Tuhan. Digambarkan juga orang yang diurapi,
sebagai orang yang menerima karunia dan dijaga Tuhan (Maz 23:5-6).
Menguduskan
perabotan bait suci (Bdk kel 40:9). Minyak urapan digunakan untuk menguduskan
bait suci, perabotannya. Tujuan pengurapan atas benda-benda ini adalah
penyucian (benda itu disucikan karena digunakan untuk tujuan yang suci dan atas
ketetapan Tuhan). Itu sebabnya, pengurapan harus dilakukan dengan minyak khusus,
yang ditunjuk Tuhan, tidak oleh semua orang. Sekali lagi perlu diperhatikan,
“minyak untuk urapan ini” (minyak urapan) tidak bisa dibuat oleh semua orang
dan juga pengurapannya tidak bisa dilakukan semua orang. Alkitab mengatakan hal
ini dengan sangat jelas, dan “serba khusus.”
2.
Penggunaan
Minyak Dalam Perjanjian Baru (PB):
Dalam
Perjanjian Baru, pengurapan diterima oleh hamba Tuhan, umat Tuhan (orang
percaya) bukan lagi menggunakan minyak, tetapi Allah di dalam Tuhan Yesus
Kristus langsung mengurapi orang percaya dengan Roh Kudus, yang diperoleh
ketika kita dibaptis, percaya dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru
selamat. ( Bdk. 2 Kor 1:20-22). Pada waktu Tuhan Yesus dibaptis di sungai
Yordan dan ketika Dia keluar dari air, Roh seperti burung merpati turun
keatas-Nya. Allah mengurapi Kristus dengan Roh Kudus ( Bdk Kis 10:38). Dan
orang yang percaya kepada Kristus juga menerima pengurapan (1Yoh 2:20).
Pengertian pengurapan disini jelas sekali sebagai menerima karunia Roh Kudus, lahir
baru dan percaya. Artinya ketika kita menjadi percaya, Allah memetraikan kita
dengan Roh Kudus dan mengurapi kita dengan Roh Kudus. Dengan diurapi, kita
disucikan menjadi milik Tuhan. Paulus berkata kamu bukan lagi milik kamu
sendiri, melainkan milik Tuhan ( 1 Kor 6:19-20).
Penggunaan
minyak dalam Perjanjian Baru hanya sebagai “media” saja untuk menyalurkan
tenaga (kuasa) Allah untuk menyembuhkan (Bdk Markus 6: 7,13). Dan minyak
tersebut bukanlah disebut “minyak urapan”. Dalam Yakobus 5:14-15:
“Kalau ada
seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat,
supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan.
Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan
membangunkan dia; dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan
diampuni.”
Kata
minyak dalam bahasa Yunani: elaioo, yang
berarti: olive-oil (miyak zaitun): penggunaan minyak ini sama dengan
perumpamaan tentang gadis-gadis dengan lampunya dalam Matius 25.[16]
Jadi minyak yang dimaksudkan untuk dioleskan kepada orang yang sakit, bukan
minyak urapan, tetapi minyak zaitun (olive oil). Menjadi menarik disini adalah permainan kata
antara minyak urapan dan minyak zaitun. Perjanjian Baru tidak mengatakan minyak
urapan yang dalam Perjanjian Lama disebut: shemen -- fat, oil (gemuk, minyak)[17]
Tindakan
menguduskan perabotan bait suci dalam Perjanjian Baru tidak lagi menggunakan
minyak urapan seperti pada Perjanjian Lama, tetapi oleh iman melalui doa kepada
Allah. Perlu juga ditambahkan, pengertian minyak urapan di Perjanjian Baru,
tidak lagi mengacu kepada penyucian benda atau pengkhususan diri, karena semua
sudah digenapi di dalam Kristus. Karena semua yang percaya kepada Kristus
adalah orang yang diurapi.
Allah
tidak harus menyembuhkan orang sakit hanya memakai media minyak saja. Kita
tidak boleh mengklaim mujizat Allah hanya dengan minyak, karena hal tersebut
dapat terjebak (terjerat) kepada praktek penyembahan berhala, perdukunan dan
okultisme (sihir). Dalam Perjanjian Baru Allah banyak melakukan mujizat dengan
memakai berbagai media seperti : udara (orang sakit yang kena bayangan Rasul
Petrus disembuhkan), sapu tangan Rasul Paulus menyembuhkan orang sakit dan yang
dibelenggu roh-roh jahat, pasir (Tuhan Yesus menggunakan pasir menyembuhkan orang
buta), minyak, dan media yang lain.
Minyak
dan alat-alat yang lain yang
dipergunakan untuk kesembuhan terbatas sebagai media saja. Media ini sama
sekali tidak memiliki kuasa apalagi penuh kuasa. Yang membuat media ini
akhirnya memiliki kuasa adalah karena iman orang yang memakainya dan orang yang
menerimanya. Setelah itu, media ini kembali menjadi benda-benda biasa yang
tidak berbeda dengan benda-benda lainnya.
Di
dalam jaman modern di mana kita hidup sekarang ini, Tuhan Allah dapat juga
memakai paramedis seperti dokter, perawat dan obat-obatan untuk menyembuhkan
penyakit kita. Dimana para dokter diberikannya pengetahuan tentang seluk beluk
penyakit kita dan proses penyembuhan penyakit kita. Jadi kita tidak boleh
membatasi kuasa Allah yang dapat bekerja melalui apa saja sesuai dengan hikmat,
kedaulatan, kehendak dan rencana-Nya melakukan mujizat dan kesembuhan. Jadi
dokter juga adalah alat yang dipakai Tuhan sebagai media untuk mendatangkan
kesembuhan melalui ilmu pengetahuan medis. Tetapi harus diperhatikan bahwa
dukun dan paranormal yang menggunakan nama “tuhan” bisa saja mendatangkan
kesembuhan tetapi kesembuhan itu adalah kesembuhan palsu yang menyesatkan. Jadi dukun dan atau paranormal tidak pernah
dapat menjadi sarana atau alatNya untuk mendatangkan kesembuhan.
Dalam
Perjanjian Baru minyak bukanlah “lambang Roh Kudus” atau “materai Roh Kudus”.
Roh Kudus bukanlah materi, tetapi Allah dan Tuhan sendiri dalam pribadi-Nya
yang ke tiga (Roh Allah). Roh Kudus tidak pernah memeteraikan kita, atau membaptis
kita. Tetapi Allah didalam Kristuslah yang memeteraikan kita dengan Roh Kudus
dan Tuhan Yesuslah yang membaptis kita dengan Roh Kudus.
Dalam
Perjanjian Baru minyak bukan lagi lambang Roh Kudus sebagaimana “minyak urapan”
dalam Perjanjian Lama atau lambang darah Tuhan Yesus, tetapi hanya media saja
yang dipakai oleh Allah untuk menyalurkan tenaga dan kuasa-Nya. Kita mengimani
perlindungan Allah dari serangan Iblis dan kuasa kegelapan dengan memakai
seluruh perlengkapan senjata yang Allah berikan (Bdk. Efesus 6:10-20). Dengan
iman dan tunduk kepada Allah kita dapat melawan Iblis, setan dan roh jahat,
bukan dengan “minyak”. 6.
Dalam
Perjanjian Baru, orang-orang percaya adalah imam-imam di hadapan Allah yang
diperoleh-Nya melalui karya penebusan Kristus yang adalah anugerah Allah dan
perbuatan Allah. Hanya Tuhan Yesus yang memungkinkan kita menjadi imam dan raja
di hadapan Allah melalui karya penebusan-Nya. Karena Tuhan Yesus adalah
pendamaian atas segala dosa kita di hadapan Allah.
Marilah
kita baca, uraikan dan renungkan firman Tuhan ini sebagai berikut : “Dan mereka
menyanyikan suatu nyanyian baru katanya: "Engkau layak menerima gulungan
kitab itu dan membuka meterai-meterainya; karena Engkau telah disembelih dan
dengan darah-Mu Engkau telah membeli mereka bagi Allah dari tiap-tiap suku dan
bahasa dan kaum dan bangsa.Dan Engkau telah membuat mereka menjadi suatu
kerajaan, dan menjadi imam-imam bagi Allah kita, dan mereka akan memerintah
sebagai raja di bumi." (Why 5:9-10)
KONKLUSI DAN
SARAN
Sebelum
menutup artikel ini, penulis ingin menyampaikan satu hal yang mungkin dapat
mencelikkan nalar teologis akademis kita. Satu hal itu adalah latar belakang
agama Pendeta Pariadji sebelum menjadi seorang Kristen. Menurut beberapa
sumber, beliau dulunya bukanlah seorang kristiani. Dia seorang nonkristen yang
kabarnya mengalami perjumpaan dengan Tuhan Yesus di surga. Itulah awal dari
pertemuannya dengan kekristenan dan latar belakang ini tentu memiliki peranan
dalam membentuk pola teologianya.
Kesan
awal bagi penulis adalah ajarannya yang sangat bersifat mistis. Propagandanya
tidak jauh dan tidak meleset dari mukjizat kesembuhan karena minyak urapan dan
perjamuan kudus. Ajarannya bertitiktolak pada mukjizat dan kesembuhan
supranatural serta surga. Jadi pendeta ini memang sangat tepat untuk dijuluki
pendeta mukjizat.
Frank
Gaynor mendefenisikan esensi mistikisme sebagai “suatu filsafat, doktrin,
ajaran, atau kepercayaan yang lebih berpusat pada dunia roh daripada alam
semesta yang bersifat materi, dan bertujuan untuk penggabungan rohani atau
kesatuan mental dengan Roh Universal, melalui pengertian induktif dan emosional
tentang realitas rohani, dan melalui berbagai bentuk perenungan rohani atau
disiplin. Mistikisme dalam arti yang paling sederhana dan paling dasar adalah semacam
agama yang menekankan kesadaran langsung akan adanya hubungan dengan Allah,
kesadaran akan kehadiran Oknum Ilahi yang langsung dan intim.”[18]
Salah
satu kata kunci yang paling sering disampaikan oleh Pendeta Pariadji adalah
peristiwa “mistis” dalam penglihatan atau mimpi perjumpaannya dengan Tuhan
Yesus di sorga. Perjumpaan itu terjadi seperti dalam suasana yang sangat nyata
walau didalam alam roh. Ini merupakan salah satu ajarah filsafat agama yang
berbau mistis yang menkankan pada hal-hal yang rohaniah atau supranatural. Hal
itu juga berhubungan dengan ajaran tentang kesembuhan ilahi yang mendominasi
hampir semua khotbah-khotbah beliau.
Harvei
M. Conn menyebutkan paling tidak lima (5) hal untuk kita dapat mengerti
mistikisme:
1.
Ciri
intinya adalah kepercayaan pada wahyu khusus di luar Alkitab. Orang mistik
dapat mengatakan bahwa alkitab hanyalah suatukesaksian tentang pewahyuan
sambilmenanti kehadiran Allah dalam dialog dengan orang berdosa untuk menjadi
pewahyuan khusus.
2.
Dengan
hilangnya patokan objektif, mistikisme menekankan subjektifisme dan
emosionalisme.
3.
Mistikisme
biasanya kurang menekankan gereja yang ada dan berpusat pada satu pemimpin.
4.
Penekanan
mistis ada pada hal yang menakjubkan. Yag ditekankan oleh mereka bukan
karunia-karunia Roh Kudus yang biasa, tetapi karunia Roh Kudus yang luar biasa.
5.
Mistikisme
menekankan eskatologis dalam arti terbatas.[19]
Apabila
kita mengurai rangkaian pemahaman Pendeta Pariadji, maka kita dapat menyimpulkan
benang merahnya sebagai berikut:
1.
Pendeta
DR. Yesaya Pariadji berupaya untuk mensinkronkan buku-buku lain dengan Alkitab
(salah satunya adalah Kitab Talmud). Sampai pada tahapan mensinkronkan tentu
tidak berbahaya tetapi jika sampai pada tahapan menyandingkan itu dapat menjadi
sesat. Yang menjadi persoalan penting adalah, Beliau percaya akan kebenaran
Kitab Talmud sebagai pendamping untuk melengkapi Alkitab. Jadi kalau dicermati,
sepertinya Pdt. Pariadji mensikritiskan Alkitab dengan Talmud. Kitab Talmud dan
semua kitab-kitab lain yang ada di permukaan bumi ini. bagi kita yang percaya
pada Kanonisasi Gereja Orthodok adalah catatan yang tidak setara dengan Firman
Allah. Oleh karena itu, kitab apapun tidak dapat kita sandingkan sebagai
pendamping Alkitab apalagi ditetapkan sebagai acuan dalam membangun sebuah
Teologi Kristen.
2.
Penekanan
pada pengalaman emosional yang terjadi akibat dari dampak kuasa yang penuh dari
minyak urapan terasa sangat berlebihan. Memang emosi bukan hal yang tabu dalam
ekpresi iman, (Matius 22:37), tetapi ketika emosi mengatasi iman, itu adalah
suatu kekeliruan yang serius.
3.
Tokoh
sentral dari Tiberias Ministry adalah sosok tunggal Pendeta Yesaya Pariadji.
Tidak ada pribadi lain yang sangat diharapkan kehadirannya selain pendeta ini. Ciri
gerakan mistikisme memang berpusatkan kepada satu orang. Hal ini kelihatan
ketika tokoh-tokoh yang lain mulai muncul dalam wadah ini, tidak lama dia
di”buang” dengan alasan yang tidak jelas. Faktanya adalah hengkangnya Pendeta
Gilberl Lumoindong dari Gereja Tiberias. Landasan dari gereja yagn sehat adalah
ketika kepemimpinanya selalu mengacu kepada Kristus. Tidak ada tokoh sentral
yang secara samar sedang mencoba menggantikan posisi Kristus sebagai dasar dan
kepala gereja.
4.
Beliau
percaya Minyak Urapan penuh kuasa dan menakjubkan. Disini penekanan adalah pada
Minyak Urapan yang memiliki kuasa yang penuh. Ini sangat penting untuk
diluruskan. Pertama-tama, Pendeta Pariadji tidak membedakan Minyak Urapan yang
dimaksudkan dalam Perjanjian Lama dengan Minyak yang disebutkan oleh Yakobus di
dalam Perjanjian Baru. Cara membuat, tujuan, dan fungsi minyak urapan dalam
Perjanjian Lama berbeda dengan minyak dalam Perjanjian Baru. Minyak urapan yang
dimaksud dalam PL tidak dikaitkan sama sekali dengan tujuan untuk mendoakan
orang atau mengurapi orang sakit agar sembuh. Pendeta Pariadji keliru dalam
mengejawantahkan ajaran Injil dengan mengutip Perjanjian Lama tanpa memahami
konteks dan teksnya. Minyak Urapan di buat untuk mengurapi sehingga seseorang
atau sesuatu itu menjadi kudus. Sementara minyak dlam Kitab Yakobus adalah
minyak zaitun yang dioleskan sebagai sarana untuk kesembuhan. Minyak dalam
konteks Yakobus juga bukan minyak sakti yang pennuh kuasa, tetapi hanya sarana.
Kesembuhan sebenarnya ada pada kuasa Yesus Kristus melalui iman orang percaya.
Minyak itu terbatas pada sarana sehingga tidak dapat di”dewakan”.
Stuart
Gramenz mengatakan: “ Sebelum kita menjadi orang Kristen, kita adalah pohon
yang mandul. Kita tidak bisa menghasilkan buah kuasa. Allah menguasai kita dan
melakukan sebuah mukjizat. Dia membuat kita “lahir kembali” dan mengubah sifat
kita. Dia memberi kita karunia Roh Kudus dan kuasa untuk menghasilkan
kesembuhan. Nah, dengan perubahan dalam sifat kita ini, kita adalah sebuah
pohon kesembuhan. Dengan sifat Anda yang baru, mau tidak mau Anda harus
menghasilkan kesembuhan. Bagian kita adalah menerima realitads ini dan
membaharui pikiran kita di bidang ini. Berhentilah menyia-nyiakan iman dengan
meminta sesuatu yang lebih banyak kepada Allah.[20]
Yang
menarik dari pernyataan di atas adalah kemampuan untuk mengahsilkan buah
kesembuhan yang ada pada oran yang beriman. Jadi kata kuncinya adalah orang
yagn telah diubahkan menjadi manusia baru sehingga dia memiliki kemampuan untuk
menghasilkan buah kesembuhan melalui iman. Jadi kata kunci adalah karunia Allah
yang diejawantahkan dalam tindakan iman. Hal ini secara simultan mematahkan ide
bahwa kesembuhan datang hanya melalui minyak urapan. Artinya, tanpa minyak
urapan pun kesembuhan ilahi dapat terjadi dalam kehidupan orang yang beriman.
Peter
Tan menulis: “Kesembuhan melalui iman pribadi memerlukan penggunaan waktu dalam
merenungkan firman Allah dan mengkah dengan iman bahwa kesembuhan telah terjadi
meskipun gejala-gejalanya masih tetap ada. Biasanya bagi anak-anak dan
orang-orang Kristen baru, allah mengijinkan mereka disembuhkan oleh iman orang
lain; tetapi sewaktu mereka bertumbuh dalam rohani, Allah mengharapkan supaya
mereka melatih iman mereka sendiri.”[21]
Perintah Tuhan kepada Pendeta Pariadji untuk membagikan minyak urapan terasa
sangat kontraproduktif dengan kerinduan Tuhan agar semua umatNya menjadi dewasa
rohani. Mereka yang menadahkan tangan meminta minyak urapan untuk menerima
kesembuhan adalah salah satu bentuk kegiatan kontraproduktif dari ajaran
Pendeta Pariadji. Seharusnya pendeta ini menghentikan produksi minyak urapan
dan mengajar jemaat untuk menerima kesembuhan sendiri dengan iman pribadinya.
Jadi, benarkah Tuhan menyuruh hambaNya untuk melakukan sesuatu yang tidak
sejalan dengan kerinduanNya?
Peter
Youngren mengatakan: “Baik Yesaya maupun Simon Petrus berbicara mengenai
bilu-bilur Yesus. Namun ada satu perbedaan yang nyata. Nubuat Yesaya berkata
bahwa oleh bilur-bilur Yesus, kita sembuh. Simon Petrus berkata bahwa kita
sudah sembuh oleh bilur-bilur Yesus. Ia menulis surat rasulinya beberapa dekade
setelah penyaliban Yesus. Apa yang dilihat Yesaya di depan, telah menjadi
sebuah fakta yang telah terjadi di masa lampau. Di seluruh Perjanjian Lama,
dengan iman orang-orang dapat melihat ke depan apa yang akan Yesus lakukan bagi
mereka di kayu salib dan mengklaim kesembuhan mereka. Dalam Perjanjian Baru,
kita melihat ke belakang pada apa yang telah dilakukan Yesus. Oleh bilur-bilur
Yesus, kita sudah sembuh.”[22]
Kesembuhan
adalah salah satu berkat rohani yang sudah kita terima dalam iman dengan
melihat kepada Kristus. Dengan bertumbuh
dalam iman, kita dapat mengklaim kesembuhan dalam doa. Tanpa miyak sekalipun.
5.
Orang
yang masuk Ruang Maha Suci dicirikan dengan adanya kuasa Minyak Urapan. Dalam
dogma soteriologi, kita tidak mengakui keselamatan akibat perbuatan.
Keselamatan hanya terjadi oleh karena Iman kepada Yesus Kristus. Perbuatan baik
tidak dapat membawa orang ke Sorga. Dalam kontek Wahyu 3:18 tidak terkait
dengan kesembuhan karena minyak urapan.
baik ‘emas’, ‘pakaian putih’ maupun ‘minyak’ jelas bukan sesuatu yang
bersifat hurufiah / jasmani! Pada waktu seseorang datang kepada Kristus, ia
pasti menerima hal-hal itu, sehingga ia menjadi kaya (secara rohani), tidak
telanjang (secara rohani), dan bisa melihat (secara rohani). Kalau minyak
pelumas mata itu mau dihurufiahkan atau diartikan secara jasmani, dan diartikan
sebagai minyak urapan, maka emas dan pakaian putih juga harus dihurufiahkan!
Itu konsekwensi logis bila minyak urapan juga dihurufiahkan.
Ada
yang menarik dari visi Gereja Tiberias, visi itu adalah sebagai berikut:
“Mempersiapkan Jemaat yang Kudus, Misionaris dan Siap ke Sorga.” Visi
eskatologis ini terasa empuk di telinga orang beriman. Terasa sangat manis
karena seperti angin surga yang membelai lembut. Namun, ini adalah salah satu
ciri dari gerakan mistis yang secara terbatas memfokuskan diri meneliti dan
mengajarkan tentang surga yang berhubungan dengan kedatangan Yesus Kristus
kedua kali.[23]
Penekanan
ada pada penghakiman bukan keselamatan. Tekanan khotbah antara sorga dan neraka
memang terdengar sangat kental. Seperti sebuah khotbah intimidatif yang kurang
seimbang. Sejatinya khotbah yang seimbang adalah ketika penghakiman dan
keselamatan diberitakan bersama-sama.
Mempelajari
apa yang ada, maka sejatinya Gereja Tiberias Indonesai sedang mengambangkan
suatu teologi mistik yang harus dipahami dengan hati-hati. Kita dapat terjebak
pada suatu tindkan menghakimi seolah-olah apa yang dipraktekkan oleh Pendeta
Pariadji tidak berasal dari Tuhan. Namun kita juga tak dapat serta merta
menerima atau mengaminkannya. Hal yang paling menghibur tentu adalah Gereja
Tiberias dan Pendeta Pariadji mengakui Alkitab Firman Allah dan Yesus Kristus
adalah Tuhan dan Juruselamat umat manusia.
Terlepas
dari itu semua, kita harus mengakui pertumbuhan fenomenal gereja Tiberias yang
mencengangkan. Pertumbuhan ini rata-rata di atas semua pertumbuhan gereja yang
ada di Indonesia. Nah, untuk mengukur keabsahannya kita cukup berpatokan pada
Alkitab dan biarlah Tuhan sendiri memperlihatkan jatidiri sejatinya melalui
proses waktu. Bukankah Alkitab mengatakan dari buahnya kita kenal pohonnya?
Daftar Pustaka
Youngren,
Peter
2000, Anda
Dapat Menerima Kesembuhan dari Allah, Media Injil Kerajaan, Semarang,
Daniel,
George Marso
2011, Diktat
Mata Kuliah Teologi Kontemporer, STT Jaffray Jakarta
Gramenz,
Stuart
2005, Bagaimana
Menyembuhkan yang Sakit, Metanoia, Jakarta
Tan,
Peter
1993, Hukum-Hukum
Kesembuhan, Yayasan Eternal Glory, Jakarta
Conn,
Harvie M
2008, Teologia
Kontemporer, Literatur SAAT, Malang
Gaynor,
Frank
1953, Dictionary
of Mysticism, New York: Philosophical Library
SUMBER-SUMBER
ONLINE
Thayer's
Greek Lexicon, Electronic Database. Copyright (c) 2000 by Biblesoft
The
Online Bible Thayer's Greek Lexicon and Brown Driver & Briggs Hebrew
Lexicon,
Copyright
(c)1993, Woodside Bible Fellowship, Ontario, Canada. Licensed from the
Institute for Creation Research.
Majalah
Tiberias Edisi V, tahun 2001
http://pedson.blogspot.com
[1]
http://pedson.blogspot.com
[2]
www.golgothaministry.org
[4]
www.tiberias.or.id
[5] Majalah
Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 14.
[6] Majalah
Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 14.
[7] Majalah
Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 13.
[8] Ibid,
hal 21.
[9] Ibid,
hal 15.
[10]Ibid,
hal 20.
[11]Ibid,
hal 20.
[12] Ibid, hal 20.
[13] Ibid, hal 21.
[14]
Ibid, hal 21.
[15] Majalah Tiberias, Edisi V/2001, Hal. 13
[16] from Thayer's Greek Lexicon, Electronic Database.
Copyright (c) 2000 by Biblesoft
[17] from The Online Bible Thayer's Greek Lexicon and
Brown Driver & Briggs Hebrew Lexicon, Copyright (c)1993, Woodside Bible
Fellowship, Ontario, Canada. Licensed from the Institute for Creation Research.
[18] Frank Gaynor, Dictionary of Mysticism, New
York: Philosophical Library, 1953, hal. 119
[19] Harvie M. Conn, Teologia Kontemporer,
Literatur SAAT, Malang, 2008, Hal. 148-151
[20] Stuart Gramenz, Bagaimana Menyembuhkan yang
Sakit, Metanoia, Jakarta, 2005, hal. 45-46
[21] Peter Tan, Hukum-Hukum Kesembuhan, Yayasan
Eternal Glory, Jakarta, 1993, Hal. 25
[22] Peter
Youngren, Anda Dapat Menerima Kesembuhan dari Allah, Media Injil Kerajaan,
Semarang, 2000, Hal.78